Cari Blog Ini

Selasa, 11 September 2007

Potret Kota Manado


Tanggal 14 Juli 2007, Kota Manado telah genap berusia 384 tahun. Pada hari itu, warga Kota Manado merayakan Hari Ulang Tahun. Hal ini dilakukan sebagai panggilan sejarah yang penuh nuansa penghormatan dan rasa bahagia. Warga kota yang selalu bangga dengan kota kediamannya, tempat di mana ia bermukim yang bernama “Manado”. Warga kota merayakan hari ulang tahun kotanya, karena senantiasa kagum memandang kemajuan kotanya, merupakan tipologi warga kota yang memiliki kepedulian dan mampu memberi keikhlasan merayakan ulang tahun dalam nuansa suka cita dan bahagia.
Hal tersebut terlihat dari sikap spontanitas warga masyarakat Kota Manado dalam membenahi kebersihan dan keindahan lingkungan permukimannya, memasang bendera, dan asesoris/hiasan penyemarak busana dan menyelenggarakan berbagai kegiatan olahraga dan kesenian, merupakan bukti keterikatan dan gambaran batiniah nyata sebagai warga Kota Manado sejati. Sekalipun dibatasi ketersediaan dana, warga Kota Manado tetap tampil sebagai masyarakat yang ingat atas kelahiran kotanya.
Secara historis, Kota Manado dapat ditemui dalam beberapa literatur tampak bahwa pertumbuhan Kota Manado sangat kental dengan heterogenitasnya. Sejak awal didiami, wilayah ini tumbuh sebagai tempat bertemu, tempat dilakukannya perdagangan, pertukaran atau barter antar produksi dari daerah pedalaman Minahasa dengan barang-barang yang berasal dari luar. Tak heran jika Pelabuhan Manado di masa lalu dikenal sebagai “bandar”, yang kini menjadi kawasan pusat kota 45. Kawasan ini sebagai pusat dari berbagai kegiatan ekonomi masyarakat. Secara empiris perkembangan suatu kota dinilai selalu berhubungan dengan pinggiran pantai atau sungai. Hal ini berlaku juga bagi Kota Manado, karena aksesbilitas pantai atau sungai yang diberikan untuk menunjang aktivitas masyarakatnya waktu itu.
Dari waktu ke waktu, permukiman tersebut mulai tumbuh berkembang baik dibangun oleh penduduk asli (Minahasa) maupun dari pendatang yang kemudian tinggal dan menetap di kota ini. Masing-masing warga kota melakukan interaksi sosial masyarakat dengan susana hubungan hidup bermasyarakat yang rukun, demokratis, saling menghargai dan saling menghormati.
Heterogenitas bagi penduduk Kota Manado bukanlah hal baru. Tetapi hal tersebut sudah ada sejak awal bahkan heterogenitas merupakan ciri kota ini. Sikap saling pengertian, demokratis, saling menghargai dan hormat menghormati satu dengan yang lain telah turut memperkuat tali persaudaraan dan kerukunan di Kota Manado terutama dalam mendorong terciptanya sebuah peradaban yang penuh dengan perdamaian dan kerukunan. Ini menjadi modal sosial bagi warga Kota Manado yang dikenal sebagai salah satu kota yang ramah, terbuka, aman dan religius.
Saat ini Kota Manado telah mengalami perubahan yang dapat memberikan implikasi positif terhadap kemajuan masyarakat mencapai kesejahteraannya. Seiring dengan agenda pembangunan di era otonomi daerah yang lebih berorientasi kepada kebutuhan masyarakat. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, masyarakat Indonesia juga diperhadapkan dengan tuntutan globalisasi. Oleh kerana itu, Kota Manado diharapkan mampu survive di era globalisasi dengan keyakinan bahwa Kota Manado mampu berinteraksi dan berkompetisi secara global. Sehubungan hal tersebut, maka Kota Manado akan memasuki tahapan pembangunan yang lebih berorientasi pada go internasional, dalam arti kata, pemerintah dan masyarakat harus memiliki kompetensi untuk bersaing dengan negara-negara lain.
Salah satu modal sosial yang harus dijaga dan dilestarikan dalam menunjang pembangunan adalah melestarikan identitas kebangsaan dalam kerangka kebhinekaan serta nilai-nilai budaya, tradisi dan adat istiadat yang dimiliki oleh masyarakat di kota ini. Dampak globalisasi harus mampu diolah dengan baik sehingga dapat memberikan nilai tambah terhadap kemajuan peradaban.
Manado sebagai suatu daerah otonom dengan visi pembangunan: “Menjadikan Kota Manado sebagai Kota Pariwisata Dunia tahun 2010” diharapkan dapat diwujudnyatakan dalam kehidupan bermasyarakat, dengan menjalankan misinya yaitu “menciptakan lingkungan perkotaan yang menyenangkan di mana setiap orang dapat mewujudkan potensi dan impiannya.”
Padangan Pemerintah Kota Manado dalam visinya memberikan makna universal bahwa memajukan kota ini sebagai kota pariwisata dalam rangka mencapai tujuan pembangunan yaitu kesejahteraan, sekaligus hal itu menjadi tugas mulia umat manusia. Olehnya itu, perwujudan harapan warga kota maka harus senantiasa dibarengi dengan political will dan komitmen bersama seluruh komponen yang ada di daerah ini.
Untuk menjabarkan visi dan misi tersebut, disusunlah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Manado tahun 2005-2010. Karena, berdasarkan ketentuan pasal 150 UU Nomor 32 Tahun 2004, pasal 5 UU Nomor 25 Tahun 2004, ditegaskan visi, misi, dan program kepala daerah terpilih harus dijabarkan kedalam RPJMD. Dan ternyata, visi-misi tersebut bukan hanya jorgan semata. Untuk mewujudkan mimpi, menjadikan Manado sebagai kota pariwisata dunia pada 2010, sarana pendukung berupa infrastruktur jalan dan drainase, mulai diperbaiki.
Memasuki tahun ajaran baru tepatnya Juli 2006 silam, duet Imba-Abdi, kembali bikin kejutan. Kepsek yang dianggap inkonsisten terhadap program pemerintah kota dalam mencerdaskan warganya dan menghambat kinerja Pemkot yang menggratiskan pendidikan, dimutasi, bahkan di nonjobkan. Bukan hanya itu, pungli yang dibungkus uang pembangunan, yang terlanjur disetor orang tua murid ke pihak sekolah, harus dikembalikan. Para orang tua murid pun, bersuka cita dengan gaya kepemimpinan Imba-Abdi yang begitu peduli dengan pendidikan.
Problem sampah yang selama ini jadi masalah klasik, tak luput dari perhatian. Untuk menjerat warga Manado yang ’doyan’ buang sampah sembarangan, dibuatlah Perda Nomor 07 tahun 2006, Tentang Pengelolaan Persampahan dan Retribusi Pelayanan Kebersihan. Tak tanggung-tanggung Perda ini memberikan sanksi super berat, yakni denda Rp 50 juta, serta kurungan badan 6 bulan lamanya. Seolah ingin memperlihatkan ’powernya’ duet Imba-Abdi kembali bikin ’sensasi'’ Tepatnya Kamis (10/8/2006) silam, atas perintahnya Polisi Pamong Praja (PP) yang di-backing aparat dari Kepolisian dan TNI, ”meratakan” ratusan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di pusat kota pasar 45, atau yang ngetrend dengan sebutan Leter T. Hangar dengan tenda birunya, yang selama ini jadi ’ikon’ pusat kota, sekarang tinggal kenangan. Penertiban ini dilakukan setelah dilakukan dialog yang melibatkan 3 elemen, yakni PKL, Pemkot, dan Dekot. ”Pokoknya yang namanya PKL tetap akan ditertibkan. Biar Manado kelihatan bersih dan tertata dengan baik,” tandas Imba beberapa waktu lalu.
Yang menarik ’power’ pemerintahan Imba-Abdi bukan hanya dipertontonkan, pada hari pertama saat penertiban. Namun, berlangsung hingga 3 hari berturut-turut. Imbasnya, protespun bermunculan. Atas nama PKL, 2 personil Deprov Sulut, memimpin demo besar-besaran, yang menolak relokasi, dengan alasan tempat yang disediakan Pemkot kurang refresentatif. Selain itu juga, pembeli kurang mengunjungi tempat baru yang disediakan Pemkot. Namun, ibarat kata pepatah ’anjing menggonggong kafilah berlalu’, Imba-Abdi tetap pada pendiriannya, relokasi tetap dilakukan. Namun, dibalik protes yang datangnya bertubi-tubi, tidak sedikit juga warga yang mendukung kebijakan tersebut. Di mata mereka, hanya pemerintahan saat inilah, yang berani melakukan penertiban terhadap PKL. Sementara walikota dan wakil walikota sebelumnya hanya mewacanakan penertiban, tanpa ada action.
Sementara kado istimewa, yang super spesial yang diberikan Imba kepada warga Manado setahun di masa kepemimpinannya adalah, lolosnya Persma sebagai salah satu tim dari Bumi Nyiur Melambai, untuk berlaga di Divisi Utama, yang merupakan kasta tertinggi dalam persepakbolaan Indonesia.
Ibarat itik, Imba-Abdi masih baru belajar berenang. Sedang mencari formula baku untuk diterapkan, agar tidak salah arah, dan tidak melenceng dari visi dan misi yang telah disepakati bersama. Memasuki tahun kedua, warga berharap duet Imba-Abdi, mampu membawa mereka untuk berlabuh di pelabuhan ’cinta’ yang masyarakatnya tertib, sejahtera, rukun, dan damai. Bukan sebaliknya, membawa warganya makin menjauh (Mana Rou; Mana Dou) dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Manado.
Saat ini kepemimpinan Kota Manado telah memasuki tahun kedua, dimana agenda-agenda publik terus digalakkan terutama program-program strategi pembangunan Kota Manado saat ini dan di masa akan datang.
Implikasi berbagai kebijakan yang dilaksanakan oleh kepemimpinan Imba-Abdi memasuki tahun kedua telah melahirkan suatu prestasi yang cukup membanggakan,terutama dalam menata Kota Manado menuju Kota Pariwisata Dunia 2010 dan menyongsong sebagai tuan rumah pelaksanaan agenda internasional: World Ocean Conference (WOC) 2009. Hasilnya, dengan diraihnya piala ADIPURA TAHUN 2007 sebagai salah satu kota sedang terbersih.
Suatu impian yang telah lama didambakan oleh warga kota Manado sejak 1994 (terakhir menerima piala ADIPURA KENCANA), kondisi tersebut sebagai entry point terbangunnya kembali semangat dan komitmen masyarakat dan pemerintah kota secara bersama-sama dalam menciptakan lingkungan perkotaan yang menyenangkan (bersih, indah, asri dan berwawasan lingkungan) bagi setiap masyarakat untuk menggapai serta mewujudkan potensi dan impian warga Kota Manado.[ ]

Tidak ada komentar: