Cari Blog Ini

Rabu, 12 September 2007

Fadel, Visi Kepemimpinan dan Pembangunan Gorontalo


Salah satu pekerjaan yang tampak mudah dilakukan tetapi cenderung gagal membawa hasil adalah dalam hal “menilai” kepemimpinan seseorang. Setiap orang memiliki pandangan sendiri tentang pemimpinnya. Demikian juga dengan pemimpin yang bersangkutan, tentu memiliki pandangan khusus tentang diri dan kepemimpinannya. Namun demikian, refleksi atas setiap kepemimpinan merupakan suatu keharusan kalau kita menginginkan perubahan. Visi setiap pemimpin sangat menentukan aksi-aksi yang dilakukannya.

Fadel dan Gorontalo
Gubernur Gorontalo, Fadel Muhammad, adalah contoh menarik dan penting untuk dipelajari. Meskipun sudah beberapa buku dan tulisan sudah dipublikasi tentang Fadel, tetapi kita masih membutuhkan penjelasan-penjelasan yang lebih dalam tentang bagaimana seorang Fadel membangun Gorontalo.
Latar hidup yang dijalani Fadel praktis berhasil mengkombinasikan beberapa hal yang sangat unik. Pengalaman hidupnya merentang jauh sejak di Ternate, Maluku Utara, Gorontalo di Sulawesi, di Jawa dan di berbagai tempat lain di Indonesia hingga ke luar negeri. Fadel bukanlah tipe yang sekedar “mengunjungi” sebuah lokasi. Ia adalah pembelajar dan orang yang aktif “mencari” dan “berbuat” sesuatu. Ia memiliki proyeksi diri yang “aktif” sejak awal.
Kalau bisa dikatakan, meminjam konsep Eric Fromm, Fadel Muhammad adalah pribadi dan visi kepemimpinannya lebih berorientasi pada “to be” dari pada “to have”. Ia selalu berusaha memasukkan berbagai ide, isu dan tantangan dalam konteks bagaimana berbuat dan menciptakan sesuatu. Dan bukan semata menentukan ruang-ruang “keuntungan” dan “kepemilikan” jangka pendek yang sepihak.
Dalam bacaan penulis, Fadel adalah figur yang sejauh ini konsisten berjuang dalam memaknai sesuatu, bahkan memberi makna dan membangun makna dari setiap perjalanan hidup dan karier profesional dan intelektualnya. Dunia bisnis, politik dan birokrasi dijalaninya bukanlah pilihan yang acak dan sekadarnya. Pada semua etape perjalanan profesionalnya ini, tampaknya Fadel tetap konsisten menjaga integritas dan reputasinya. Di semua bidang ini, record Fadel tak berubah. Dia selalu berusaha menjadi yang “terbaik”. Tentu, waktu dan keadaan tak semua berpihak kepada dia. Karena itu, masa-masa surut dan sulit tetap terjadi dan tetap melingkupi perjalanan kariernya.
Gorontalo pantas berutung memiliki seorang Fadel. Begitujuga sebaliknya, Fadel tentu patut berterima kasih karena masyarakat Gorontalo memberinya “kesempatan” untuk memimpin daerah ini. Masyarakat Gorontalo dan Fadel sungguh-sungguh dalam situasi yang beruntung karena bisa “belajar” dan “memberi” satu sama lain dalam konteks membangun daerah dan harga diri sebagai provinsi baru. Gorontalo, dengan brand provinsi Agropolitan telah mendorong menguatnya konsepsi-konsepsi baru yang menyentuh langsung hajat hidup rakyat di Gorontalo. Komoditas jagung, etalase perikanan, SDM dan penguatan good and clean governance serta akses pasar regional dan internasional adalah bagian-bagian kunci dari langkah-langkah inovatif seorang Fadel Muhammad dalam mengukuhkan citra maju bagi provinsi Gorontalo dalam sektor pembangunan dan pemerintahan.
Fadel bukanlah manusia sempurna. Kesan publik atas karakter progresifnya tak semuanya dipahami secara benar. Fadel, saya kira, tidak jarang mengalami “kesunyian” dalam hidup profesionalnya sebagai mantan pengusaha dan menjadi fungsionaris partai politik yang kini menjadi birokrat. Terlalu banyak rambu-rambu birokratis dan kendala-kendala “pola pikir” dan orientasi yang sulit berjalan seiring untuk melakukan perubahan. Tapi, Fadel adalah seorang “engineer”. Dia adalah “perekayasa”, pencipta dan pencinta “karya nyata”. Energi Fadel untuk melalukan perubahan seolah tanpa henti, bahkan tidak jarang membawa kesan dalam pikiran publik bahwa Fadel terlalu sering melakukan “improvisasi” dalam pemerintahan dan pembangunan.
Tulisan ini adalah refleksi bagaimana Fadel Muhammad menjalani tugas-tugas idealisnya dalam memimpin Gorontalo dalam membangun bangsa. Memimpin dalam membuat perubahan tidak semata disebabkan karena seseorang memiliki posisi. Semua tahu bahwa Fadel sudah cukup “kenyang” dengan posisi dan prestasi sebagai tokoh nasional. Tetapi, sebenarnya, Fadel selalu merasa belum cukup karena cita-citanya adalah membangun kemandirian bangsa melalui fondasi jiwa wirausaha. Karena itu, ia, dengan sendirinya, bukan hanya memimpin (leading), tetapi yang lebih mendasar dari itu adalah berpikir (thinking) dan melakukan (doing).
Penulis kira, tidak salah kalau orang berkesimpulan bahwa seorang Fadel selalu bergerak atau digerakkan oleh spirit kepemimpinan yang utama yakni dalam hal memberi contoh dan selalu berani “berhadapan” dengan tantangan dan masalah. Ketulusan hati yang dipandu oleh nurani dan pikiran kreatif dalam memulai sesuatu telah membuat seorang Fadel berhasil memberi warna dan wajah kepemimpinan yang lebih optimis dalam membangun Gorontalo dan Indonesia. Meskipun berbagai bencana belakangan ini mengintai keseharian kita.
Jiwa optimis, semangat tidak mau kalah, bekerja dengan sungguh dan “jangan menangis” merupakan kata-kata kunci bagaimana seorang Fadel membangunkan alam sadar warga bangsa, Gorontalo pada khususnya, untuk menyongsong hari esok. Fadel setiap saat berjuang dan bekerja dalam meyakinkan rakyat bahwa ada banyak kemungkinan dan kesempatan untuk melakukan perubahan, untuk meraih kemajuan demi kesejahteraan rakyat di Gorontalo.
Para pemimpin adalah orang-orang yang memiliki keyakinan tinggi akan masalah prinsip dan memiliki komitmen yang tak tergoyahkan terhadap sekumpulan nilai yang jelas. Tidak mudah mengetahui seluruh “isi” hati dan pikiran seorang Fadel. Tetapi, sikap-sikapnya yang terbuka dan senang berdialog sebenarnya adalah ruang yang penting bagi sikap dan pandangan-pandangan kritis dari berbagai kalangan. Sayang memang karena “ruang terbuka” dari seorang Fadel ini relatif masih terbatas dimanfaatkan. Tak heran jika seolah-olah Fadel mudah terlihat sebagai orang yang pintar dan berani sendiri di tengah-tengah publik Gorontalo.
Di Gorontalo, suara-suara kritis jarang berhasil berbenturan dengan pikiran-pikiran cerdas dan kebijakan inovatif dari Gubernur Fadel Muhammad. Salah satu sebabnya karena argumentasi yang berbobot kurang terkelola baik di wilayah publik atau pun dalam domain institusi, katakanlah itu di media, NGO’s dan kampus, dsb. Namun demikian, sikap-sikap “membuka diri” praktis selalu difasilitasi oleh seorang Fadel Muhammad. Di pihak lain, kapasitas masyarakat yang kritis, tidak boleh tidak harus tetap dikembangkan.
Kritikan adalah suatu hal yang penting. Tetapi, argumentasi yang didasarkan pada kenyataan yang memihak pada kepentingan masyarakat banyak haruslah menjadi acuan bagi sebuah kritikan. Dan, saya kira, yang amat dirindukan Fadel adalah sikap kritis yang memihak, dan bukan perdebatan kusir tanpa ujung yang cenderung diselimuti oleh ketidakjujuran, baik dalam pikiran maupun tindakan.

Fadel dan Pembangunan

Wawasan dasar seorang Fadel Muhammad adalah membangun ekonomi dan institusi pemerintahan yang tujuan akhirnya mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat yang disemangati oleh karakter sosio-kulturalnya.
Untuk membangun, politik diperlukan, bukan dalam pengertian pembagian kekuasaan atau pertarungan kekuasaan. Tapi, yang terpenting adalah bagaimana “menggunakan” kekuasaan. Dalam konteks ini, penulis memahami bahwa Fadel menggunakan politik sebagai alat dan prinsip untuk membangun. Kesempatan politis adalah amanah untuk berbuat sesuatu, dan bukan untuk “mencari” sesuatu atas dasar kepentingan sesaat.
Pembangunan di Indonesia dan di Gorontalo pada khususnya haruslah berakar pada daya produksi dan daya beli rakyat. Gubernur Fadel menyadari prinsip dasar ini. Tapi, pada saat yang sama dia pun sangat tahu bahwa menjalankan konsep pembangunan sangatlah kompleks. Karena itu, Fadel memulai dari kondisi yang langsung menyentuh hajat hidup orang banyak.
“Jagung” adalah kata dan faktor kunci untuk ekonomi Gorontalo. Infrastruktur fisik, kondisi fiskal di daerah, kondisi lingkungan, SDM dan kapasitas aparatur negara merupakan agenda yang sejauh ini terus digenjot. Pada saat yang sama berbagai “jaringan” ke pemerintah pusat dan kerjasama regional dan internasional dilakukan guna menopang political will untuk pembangunan di daerah.
Visi kepemimpinan Fadel Muhammad dalam membangun Gorontalo sejauh ini sudah dijalankan secara konsisten dengan cara-cara yang progresif. Kesadaran rakyat yang masih terus menantikan perubahan dan perbaikan tentu sangat dipahami seorang Fadel Muhammad. Kita berharap sikap jujur dan pikiran jernih tetap bersemai dalam masyarakat Gorontalo dalam menilai pemimpinnya, dan dalam membayangkan harapan-harapannya.Ã

Tidak ada komentar: